Overview :
Sejarah pupuk organik sudah dikenal lama oleh petani, bahkan petani hanya mengenal pupuk organik sebelum adanya Revolusi Hijau dalam sistem pertanian di Indonesia. Penggunaan pupuk anorganik memang sangat praktis, cepat tersedia dan mudah dalam aplikasinya, akan tetapi pengaruh dan efeknya secara tidak langsung terasa dengan makin menurunnya tingkat kesuburan dan menurunnya jumlah produksi, baik dilihat secara kualitas maupun kuantitas.
Berdasarkan penelitian mengindikasikan bahwa lahan pertanian di Indonesia sebagian besar produktifitasnya sudah menurun dan mengalami degradasi, baik secara fisik, kimia dan biologi tanah, ini terkait dengan tingkat kandungan C-Organik tanah yang hanya mencapai < 2 %, bahkan pada lahan sawah intensif rata -rata mencapai < 1 %, sedangkan lahan yang baik dan dikatakan dapat optimal dalam produktifitasnya memerlukan kandungan C – Organik minimal 2,5 %.
Kandungan C yang besar sangat diperlukan oleh jasad renik dan mikroorganisme tanah yang digunakan sebagai energi untuk memfiksasi dan mengurai kandungan hara yang ada di area pertanaman, baik dari udara maupun dari tanah itu sendiri. Pupuk Organik berperan sebagai pengikat butiran butiran primer menjadi butiran sekunder tanah sehingga menghasilkan struktur fisik tanah yang baik. Kondisi ini besar pengaruhnya terhadap porositas, penyimpanan dan penyediaan air, aerasi tanah dan suhu tanah.
Dalam permentan No.02/Pert/Hk.060/2/2006, tentang pupuk organik dan pembenah tanah, dikemukakan bahwa pupuk organik adalah pupuk yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri atas bahan organik yang berasal dari tanaman dan atau hewan yang telah melalui proses rekayasa, dapat berbentuk padat atau cair yang digunakan mensuplai bahan organik untuk memperbaiki fisik, kimia dan biologi tanah.
Dengan latar belakang keadaan dan sistem budidaya pertanian di Indonesia saat ini, dimana disatu sisi negara kita adalah negara agraris yang kaya akan potensi pertanian tetapi disisi lain hanya memanfaatkan lahan sebagai tempat memproduksi dengan menggunakan bahan – bahan anorganik (kimia) yang bertujuan meningkatkan hasil produksi tanpa memperhatikan nilai – nilai sistem keseimbangan pengolahan dan pemeliharaan lahan itu sendiri, maka sebagai akibat dari sistem tersebut tingkat produktifitas dan kesuburan tanah semakin menurun.
Sistem pengelolaan hara terpadu atau yang dikenal dengan sistem LEISA (low external input and sustainable agriculture) memadukan kombinasi penggunaan pupuk anorganik dengan pupuk organik yang berlandaskan konsep good agricultural practices merupakan salah satu solusi untuk meningkatkan produktifitas lahan, kelestarian lingkungan dan ketahanan pangan.
Untuk melengkapi informasi mengenai pupuk organic, dapat di baca pada artikel mengenai pupuk gatara berikut !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar